Rabu, 13 Mei 2009

Bidadari di Benakku

Dua hari aku tidak masuk kuliah. Keadaanlah yang membuat aku harus bekerja keras banting tulang mencari rizki untuk beli buku dan bayar rumah kost yang tiap tahun makin mahal. Kuliah di luar negri tidak ada jaminan segalanya mudah. Semuanya mesti di barengi pengorbanan, kerja keras, do’a dan menyingkirkan sikap gengsi dan rasa malu.

“Aku tidak boleh mengeluh” Ujar hatiku tatkala merenungi pekerjaanku selama ini.

Setelah memijit bel masuk, trak suara pintu terbuka. Ahmad yang malam itu membukakan pintu.

“Maaf Kang, tadi Ahmad kunci pintunya, karena sudah malam.” Ucap Ahmad sambil melemparkan senyum ke arahku. Aku pun membalas senyum ke arahnya di sela-sela rasa cape yang membungkus seluruh tubuhku.

“Gak apa-apa kok. Maaf ya Mad ganggu belajarmu.” Ujarku sambil menyimpan sepatu ke rak kayu khusus tempat sandal dan sepatu.

“Enggak, Kang. Sengaja Ahmad belum tidur takut gak ada yang bukain pintu.” Ucapnya sambil menutup buku Tauhid yang melekat di tangan kanannya.

“Yang lain sudah tidur?” Tanyaku menanyakan keadaan teman-temanku yang sudah tidak kelihatan.

“Udah!” Ucap Ahmad memberikan penjelasan.

“Lanjutkan belajarnya Mad, saya mau istirhat dulu sebentar sebelum sholat ‘isya.” Ucapku.

Bruk! Akupun melemparkan badan keatas kasur yang sudah digelar. Akupun terlentang sambil melihat langit-langit kamar yang berwarna putih. Saking enaknya merebahkan badan di atas kasur lamunan pun menjemput.

Seorang perempuan cantik berkerudung putih menjemput tatkala aku pulang kerja. Rasa capek yang mebalut tubuhku hilang tatkala bibir mungilnya menyunggingkan senyum manis penuh ketulusan. Tanganya reflek mengambil tas yang aku tenteng sambil mengucapkan salam.

Setelah menyimpan tas lusuhku serta merta dia pergi ke dapur dan membawakan segelas air putih untukku.

“Abi, minum dulu ya! Maaf bi cuman ada air putih.” Ucapnya sambil melemparkan senyum khasnya. Ku rasakan air putih itu bagaikan madu murni di tenggorokanku dan mampu mengilangkan rasa capek yang ku derita.

“Bi, Airnya udah hangat. Mau mandi sekarang?” Ucapnya lagi.

“Bi, mandi dulu ya. Nanti kita berjama’ah ‘Isya bareng. Umi juga belum sholat. Menunggu Abi karena ingin berjama’ah bareng Abi.” Ucap bibir mungilnya menggemaskan.

Setelah sholat berjama'ah dan merangkai do'a yang diamininya. Akupun melemparkan pertanyaan kepadanya.

“Umi! Apakah Umi ikhlas dinikahi Abi yang serba kekurangan? Apakan Umi ridho menerima abi apa adanya?”

Seringai senyum kembali menghiasi dua bibir manisnya.

“Abi Umi ikhlas dan Umi sangat bahagia bisa nikah dengan Abi orang yang sangat Umi Cintai. Abi, kebahagiaan hakiki itu adalah di surga Allah nanti. Abi, kebahagiaan Umi adalah ketika umi mampu menjadi isteri yang terbaik buat Abi. Bi, kebahagiaan kita adanya di hati bukan pulasan duniawi belaka.” Ucapnya sambil memeluk tubuhku mesra.

“Wahai bidadariku… Engkau adalah permata hatiku… Bidadariku kita jangan mengeluh walau kita hidup sederhana, asalkan selamanya kita dalam ridho Allah. Bidadariku, Abi akan berusaha untuk membahagiakanmu dan Abi tidak akan menyerah dengan keadaan saat ini.” Ucapku lirih sambil membalas pelukan mesranya.

“Kang! Ahmad duluan, dah ngantuk, takut kesiangan sholat shubuhnya.” Ahmad menyadarkanku yang terbawa oleh lamuan.

“Iya Mad. Silahkan” Ucapku.

Setelah sholat ‘Isya akupun tertidur pulas mengistirahatkan tulang belulang dan otot-ototku di kegelapan malam yang menyihir kota Kairo dengan kesunyiannya. *(/Kang Bahra)

Informasi Serupa



Widget by Hoctro | Jack Book

0 comments:

Posting Komentar

Tuliskaan komentar anda dan percantik ekspresinya dengan menambahkan smiley emoticon dengan menuliskan kode yang ada disamping gambar icon dan kode lainnya yang biasa dipakai di Yahoo!Messenger. Jangan lupa pilih profile yang sesuai dengan diri Anda!

Syukron!